Pas Marque – Marie Claire telah menjadi saksi bagaimana sosok Zendaya berkembang bukan hanya sebagai aktris, namun juga sebagai figur yang menggunakan pengaruhnya untuk mendorong perubahan sosial. Dalam edisi spesialnya, Marie Claire menyorot keputusan Zendaya untuk tidak lagi sekadar tampil di garis depan, melainkan memberi ruang bagi suara-suara lain yang belum mendapat sorotan yang sama. Keputusan ini tidak muncul tiba-tiba. Ia dipupuk dari kesadaran akan posisi istimewanya dalam industri hiburan yang masih menghadapi tantangan representasi. Di tengah pujian akan pencapaiannya, Zendaya justru memilih menjadi jembatan bagi perempuan lain, khususnya yang berasal dari latar belakang yang kurang terwakili. Dengan peran yang makin besar sebagai produser, aktivis, dan mentor, dirinya menjadikan Marie Claire sebagai panggung tempat ia menyuarakan prinsip dan perjuangan yang diyakininya. Pilihan untuk mundur selangkah diambil bukan karena keraguan, tapi justru karena keyakinan akan dampak jangka panjang yang lebih besar.
Dalam wawancara mendalam bersama Marie Claire, Zendaya membahas peran sorotan yang dimilikinya dalam mendorong perubahan. Ia menyadari sorotan itu dapat dijadikan alat untuk membuka jalan bagi orang lain di industri hiburan. Zendaya mengakui dirinya sering dianggap sebagai versi paling diterima oleh industri film dan televisi. Namun, ia tidak ingin menjadi satu-satunya wajah yang mewakili keragaman budaya yang ada. Sebaliknya, Zendaya bertekad memperluas panggung dan membuka ruang bagi representasi yang lebih luas. Ia juga menyuarakan pentingnya inklusivitas sebagai fondasi utama perubahan dalam dunia hiburan modern. Pernyataan ini mencerminkan pemahaman mendalam akan tanggung jawab sosial sebagai figur publik. Meskipun telah berada di puncak karier, Zendaya tak hanya mengejar sorotan untuk dirinya sendiri. Ia justru ingin membagikan sorotan itu kepada mereka yang belum mendapatkan kesempatan. Marie Claire memberi ruang pada narasi ini, menekankan pentingnya keberagaman yang diberdayakan bersama.
Dikenal karena gaya berpakaiannya yang tak biasa dan kerap menjadi viral, Zendaya memanfaatkan fashion sebagai bentuk pernyataan. Ia telah menunjukkan bahwa pakaian bukan hanya soal estetika, tetapi bisa menjadi medium kritik sosial dan budaya. Lewat kolaborasinya dengan stylist ternama, identitasnya dibentuk secara visual untuk menantang norma kecantikan dan stereotip yang lazim di Hollywood. Ia tampil dengan wig, gaya rambut tradisional, atau pakaian yang tidak sesuai ekspektasi publik hanya untuk menyampaikan pesan bahwa perempuan kulit hitam berhak tampil dalam berbagai bentuk. Penggunaan panggung fashion untuk menyuarakan identitas itu bukan kebetulan, melainkan bagian dari strategi yang cermat. Dalam Marie Claire, aspek ini diangkat sebagai bukti bahwa bahkan di ranah yang dianggap ringan seperti fashion, perjuangan bisa dilanjutkan. Dengan begitu, setiap langkah di karpet merah menjadi perpanjangan dari perjuangan identitas dan keadilan representasi.
Lahir dari keluarga pendidik, Zendaya tidak melupakan pentingnya pendidikan dan pemberdayaan komunitas. Ia mendonasikan penghasilannya untuk mendukung sekolah-sekolah di Oakland, menunjukkan bahwa kontribusi nyata tidak hanya berhenti di layar kaca. Ia juga sedang mempersiapkan proyek film yang diproduksi sendiri, dengan narasi kuat seputar perjuangan perempuan kulit hitam dalam sejarah. Pilihan untuk memproduksi sendiri itu muncul dari keinginan menghadirkan cerita yang tidak disediakan oleh studio besar. Marie Claire mencatat bahwa dorongan ini adalah bentuk penolakan terhadap pasifisme di tengah ketidakadilan struktural. Ia tidak menunggu perubahan dilakukan oleh orang lain, melainkan menciptakan peluang dengan tangan sendiri. Dengan langkah ini, ia memberikan contoh konkret bagaimana kekuatan selebritas dapat dialihkan untuk membentuk industri yang lebih adil. Komitmen tersebut diperkuat dengan kolaborasi bersama perempuan-perempuan kuat lainnya, menjadikan ruang kreatif sebagai arena perjuangan kolektif.
Marie Claire juga menyorot bagaimana Zendaya tak ingin menjadi pengecualian yang menutupi kurangnya representasi di industri. Ia menyebut nama-nama seperti Yara Shahidi dan Amandla Stenberg dalam beberapa kesempatan wawancara dan konferensi publik. Keduanya dianggap punya visibilitas tinggi, tapi Zendaya sadar masih banyak perempuan kulit hitam belum diberi kesempatan serupa. Kesadaran itu membentuk misinya untuk menciptakan lebih banyak ruang bagi representasi perempuan kulit hitam lainnya.
Casting yang lebih inklusif terus didorongnya agar peluang terbuka bagi berbagai latar belakang dan karakter. Penulisan naskah pun ia harapkan tidak lagi membatasi peran berdasarkan warna kulit atau identitas etnis. Keberanian ditunjukkannya saat meminta dipertimbangkan untuk peran yang awalnya bukan ditujukan bagi perempuan kulit hitam. Upaya ini adalah jalan panjang yang sering sunyi, tetapi dampaknya bisa terasa dalam waktu yang sangat lama. Marie Claire memberi panggung pada narasi ini sebagai contoh nyata perjuangan dari dalam sistem industri hiburan. Dengan langkah tersebut, Zendaya menjadi bukan hanya simbol keberhasilan, tetapi juga agen perubahan bagi generasi berikutnya.
Artikel ini bersumber dari www.marieclaire.com dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di pasmarque
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa