Pas Marque – Nepal selalu menjadi daya tarik wisatawan dunia dengan keindahan alam, terutama Gunung Everest yang menjulang tinggi sebagai puncak tertinggi di dunia. Selain pemandangan menakjubkan, Nepal juga menyimpan warisan budaya yang kaya. Stupa, candi, dan berbagai bangunan kuno menjadi pusat perhatian, di samping tradisi Hindu yang mayoritas dianut penduduknya. Namun, yang tak kalah menarik adalah keindahan seni budaya, terutama dalam hal busana tradisional perempuan Nepal. Ketika berkesempatan mengunjungi Nepal pada akhir tahun 2019 bertepatan dengan Hari Raya Devapali, penulis menemukan kemiripan menarik antara busana tradisional Nepal dan Indonesia. Perempuan Nepal tampak anggun mengenakan Sari, sementara rombongan penulis tampil dengan kebaya dan kain batik, dua tradisi busana yang mencerminkan identitas budaya Nusantara. Pertemuan budaya ini menghadirkan cerita unik tentang kemiripan dan kekhasan dua bangsa yang terhubung lewat kain dan tradisi.
Ketika berada di Nepal, pemandangan perempuan memakai Sari di jalanan dan tempat wisata cukup sering ditemui. Sari yang biasanya dikenal berasal dari India, ternyata juga populer di Nepal, Bangladesh, hingga Sri Lanka. Sari berbentuk selembar kain panjang yang dililit di pinggang lalu disampirkan ke pundak. Sebelum mengenakan Sari, perempuan Nepal biasanya memakai baju dalam ketat seperti tanktop pendek yang memperlihatkan bagian perut. Ada pilihan lengan panjang maupun pendek, menyesuaikan kenyamanan pemakainya. Bahan Sari beragam, mulai dari sutra atau tenun halus untuk acara mewah, hingga katun untuk pemakaian sehari-hari. Hal ini sangat mirip dengan kebaya di Indonesia. Kebaya mewah biasanya terbuat dari sutra, beludru, atau brokat, sementara kebaya santai dipadukan dengan kain batik atau tenun berbahan katun. Dalam perbandingan sederhana, terlihat bahwa Sari dan kebaya sama-sama menjadi busana tradisional penuh makna.
Di kota Pokhara Nepal, penulis mengalami momen berkesan ketika melihat langsung perempuan setempat mengenakan Sari dengan aksesori lengkap. Salah seorang ibu memakai Sari berwarna merah dipadukan baju dalam pink, dihiasi kalung manik-manik, anting, dan bindi di dahi. Saat itu penulis sendiri tampil dengan kebaya brokat hitam, kain batik Lasem motif Sekar Jagat berwarna merah, serta kalung manik khas Kalimantan. Pemandangan ini menghadirkan harmoni budaya, seolah memperlihatkan betapa dekatnya tradisi busana antara Nepal dan Indonesia. Meski berbeda asal usul, keduanya sama-sama menonjolkan keanggunan dan filosofi dalam berpakaian. Di tengah perjalanan mengarungi Danau Phewa menuju kuil Barahi, suasana semakin kental dengan nuansa budaya ketika busana tradisional bertemu di ruang publik. Perjumpaan ini menegaskan bahwa busana tidak sekadar pakaian, melainkan identitas dan kebanggaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Selain Sari, ada kain tradisional Nepal lain yang menarik perhatian, yakni Lungi. Dalam perjalanan ke World Peace Pagoda, penulis bertemu seorang perempuan muda yang mengenakan Lungi bermotif bunga dan daun. Motifnya begitu mirip dengan kain batik Nusantara. Lungi biasanya digunakan sebagai busana sehari-hari, dipadukan dengan kaos atau blus katun. Dari bacaan dan penjelasan warga lokal, diketahui bahwa cara memakai Lungi mirip sarung, yakni kain yang dijahit pada ujungnya. Tidak hanya perempuan, pria Nepal juga memakai Lungi dengan motif kotak-kotak, sama seperti sarung di Indonesia. Perbandingan ini memperlihatkan adanya persamaan budaya tekstil antara Asia Selatan dan Asia Tenggara. Meskipun motifnya berbeda sesuai latar budaya, fungsi kain sebagai busana sehari-hari memperlihatkan benang merah persaudaraan kultural. Bagi Indonesia, batik adalah simbol seni dan identitas, sementara bagi Nepal, Lungi adalah representasi tradisi dan kenyamanan dalam kehidupan harian.
“Simak juga: Bali Banjir Parah! Denpasar Lumpuh, Balita dan Lansia Dievakuasi”
Ternyata perempuan Asia Selatan dan Asia Tenggara memiliki benang merah dalam hal busana, meskipun tetap menonjolkan keunikannya masing-masing. Nepal dengan Sari dan Lungi, Indonesia dengan kebaya dan batik, keduanya sama-sama menyampaikan pesan budaya lewat kain. Pemilihan bahan, corak, hingga fungsi dalam kehidupan sehari-hari membuktikan bahwa kain tradisional bukan hanya penutup tubuh, tetapi juga penanda identitas bangsa. Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa budaya lintas negara sering kali saling berhubungan, baik melalui sejarah, perdagangan, maupun pengaruh agama dan adat. Dalam konteks ini, peran perempuan sangat penting. Mereka bukan hanya pemakai busana, tetapi juga penjaga tradisi dan simbol identitas bangsa. Dengan tetap melestarikan busana tradisional, perempuan di Nepal maupun Indonesia berkontribusi menjaga akar budaya agar tidak hilang di tengah arus modernisasi global.
Artikel ini bersumber dari kagama.id dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di pasmarque.com
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa