Pas Marque – Transformasi kebaya oleh Eddy Betty ditampilkan dalam fashion show bertajuk “Luminescence”. Fashion show ini digelar di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). Eddy kembali setelah tujuh tahun vakum dari pergelaran busana tunggal. Sebanyak 77 look diperagakan oleh 48 model secara berurutan dan tematik. Koleksi dibagi menjadi beberapa sekuens dari busana pesta hingga gaun pengantin. Penonton disuguhkan eksplorasi kebaya dalam bentuk-bentuk yang lebih segar dan modern. Semua itu dilakukan dengan tetap mempertahankan nilai dasar kebaya. Inspirasi koleksi muncul dari refleksi pribadi Eddy selama pandemi di pantai. Pantai menjadi tempat ia menata ulang pikiran dan membangun konsep baru. Suara deburan ombak dan anak-anak kecil berlarian diperdengarkan di awal show. Penonton diajak larut dalam atmosfer pantai dan imajinasi sang desainer.
Transformasi kebaya oleh Eddy Betty ditampilkan dengan pendekatan yang eksperimental dan kontemporer. Biasanya kebaya dikenakan bersama kemben, kain panjang, serta ikat pinggang. Namun dalam “Luminescence”, kebaya tidak ditampilkan dalam bentuk literal. Siluetnya dikembangkan menjadi gaun pesta hingga busana pernikahan yang lebih ekspresif. Beberapa potongan diberi twist agar tampil lebih luwes dan bebas. “Jadi di Luminescence ini bukan kebaya secara harfiah,” ucap Eddy menjelaskan konsepnya. Pakem tradisional dibebaskan untuk memberi ruang pada eksplorasi bentuk. Keanggunan kebaya tetap dijaga meski tampilannya berubah drastis. Bahan berkilau digunakan menciptakan efek pantulan cahaya seperti sinar laut. Identitas kebaya tetap terasa meski disampaikan lewat bahasa yang berbeda.
“Baca juga: Lorde Summer: Saat Kemeja Putih dan Jeans Longgar Jadi Fashion Statement”
“Saya twist, saya kreasiin agak main-main,” kata Eddy menjelaskan proses kreatifnya. Ia tidak ingin terjebak dalam bentuk-bentuk kebaya klasik. Kebaya dikembangkan menjadi medium untuk berekspresi secara bebas. Ia ingin penonton melihat kebaya dari perspektif yang lebih luas. Beberapa gaun tampak seperti busana malam modern namun tetap berakar budaya. Potongan unik, tekstur tak biasa, dan detail eksentrik menghiasi koleksi ini. Tidak hanya fokus pada bentuk, tetapi juga pada makna simboliknya. Kebaya dihadirkan sebagai karya seni yang terus berevolusi. Eksperimen ini dilakukan tanpa menghilangkan identitas aslinya.
Eddy tak hanya menampilkan busana, tapi juga mengajak penonton ikut berpikir. “Saya mau ngajak penonton juga ikut brainstorming,” ungkapnya. Ia ingin publik merasakan proses berpikir di balik koleksi ini. Kebaya dijadikan alat untuk memicu dialog kreatif dan ekspresi personal. Bukan hanya desainer yang diberi ruang berekspresi, tapi juga para penikmatnya. Interpretasi bebas menjadi bagian penting dalam pertunjukan ini. Dalam setiap look, ada ruang untuk imajinasi dan makna. Kebaya tidak lagi eksklusif untuk acara adat, tapi bisa masuk ke ruang kontemporer.
“Simak juga: Menyambut Revolusi 6G: Kecepatan Tinggi dan Konektivitas Tanpa Batas”
Panggung pertunjukan dibuat menyerupai suasana pantai. Suara ombak dan anak-anak kecil menjadi latar pembuka pertunjukan. Suasana tersebut memberi konteks emosional pada busana yang ditampilkan. Efek cahaya ditata agar menyerupai pantulan sinar matahari ke dalam laut. Setiap bahan yang digunakan memantulkan cahaya dengan cara berbeda. Kesan dreamy dan tropis terasa dari awal hingga akhir show. Penonton tidak hanya menyaksikan busana, tetapi ikut merasakan suasana. Semua elemen itu menciptakan pengalaman menyeluruh yang membekas.
Desain dalam “Luminescence” tidak menghapus nilai tradisional kebaya. Justru maknanya diperluas melalui pendekatan modern. Eddy tidak merusak pakem, tapi menafsirkannya dengan bahasa baru. Beberapa busana terlihat sangat berbeda dari kebaya biasa. Namun detail, struktur, dan rasa tetap memberi penghormatan pada akar budaya. Tradisi dan inovasi berjalan berdampingan dalam koleksi ini. Eksplorasi bentuk tidak mengorbankan karakter kebaya itu sendiri. Karya ini menjadi pernyataan bahwa kebaya bisa relevan kapan saja.
“Luminescence” menjadi ajang pembuktian bahwa kebaya adalah ruang berkarya. Tidak lagi hanya simbol budaya, kebaya juga menjadi medium ekspresi kreatif. Dalam tangan Eddy, kebaya berubah menjadi bahasa artistik yang bebas. Ia bisa menjadi apa saja, dari busana malam hingga gaun pengantin. Fashion Indonesia diberi nafas baru lewat koleksi ini. Potensi kebaya sebagai karya kontemporer berhasil dimaksimalkan. Identitas lokal diolah menjadi estetika yang bisa diterima global. Koleksi ini adalah bentuk keberanian untuk keluar dari zona aman. Sekaligus menjadi pengingat bahwa tradisi tak harus statis.