Pas Marque – Gingham dan Pinggang Rendah menjadi dua tren yang mendominasi fashion musim panas 2025. Keduanya menawarkan gaya yang kontras namun sama-sama menarik perhatian. Gingham kembali dengan sentuhan klasik dan penuh warna. Pinggang rendah tampil sebagai alternatif modern yang mengusung nostalgia awal 2000-an. Tren ini memecah opini para fashionista dan pecinta mode. Sebagian memuji kepraktisan dan kesegaran gaya gingham. Sementara yang lain merasa motif tersebut terlalu kekanak-kanakan. Gaun pinggang rendah hadir untuk mereka yang ingin tampil berani dan berbeda. Fashion musim panas kali ini benar-benar membawa dua kubu gaya ke panggung utama.
Motif gingham kembali menjadi pusat perhatian fashion musim panas. Desain kotak-kotak klasik ini muncul di berbagai koleksi merek ternama. Next, salah satu merek populer, meluncurkan gaun gingham katun merah dan pink. Gaun ini dijual seharga £49 dan cepat menarik perhatian. Selain itu, celana panjang gingham ditawarkan seharga £25. Potongan sederhana dan motif cerah membuatnya cocok untuk musim panas. Gingham dianggap ideal untuk suasana santai dan kasual. Motif ini sering dipilih untuk piknik, acara outdoor, dan liburan. Meskipun begitu, beberapa orang menganggapnya terlalu mirip seragam sekolah. Kesederhanaan desain disebut sebagai kelemahan oleh sebagian pengamat fashion.
“Baca juga: Kembalinya Celana Capri: Tren Elegan dan Santai di 2025”
Tren gingham menimbulkan reaksi beragam dari para pecinta mode. Sebagian menyebutnya lucu dan segar. Warna-warna cerah dan motif kotak memberi kesan playful. Namun, ada juga yang merasa motif ini terlalu kekanak-kanakan. Beberapa menyebutnya mirip dengan pakaian masa kecil. Gingham juga dianggap terlalu kasual untuk beberapa kesempatan. Penggunaan motif ini di runway menuai pro dan kontra. Banyak influencer menghindari motif ini karena kesannya terlalu polos. Sementara itu, mereka yang menyukai gaya vintage justru memujinya. Gaya ini menjadi simbol dari nostalgia masa lalu yang kembali ke masa kini. Reaksi publik terhadap gingham membuktikan kuatnya pengaruh opini visual dalam mode.
Di sisi lain, gaun pinggang rendah kembali menarik perhatian generasi muda. Gaya ini terinspirasi dari awal tahun 2000-an. Siluet pinggang rendah menciptakan kesan tubuh lebih panjang. Potongan ini cocok untuk berbagai tipe tubuh. Banyak selebritas mulai tampil dengan gaun pinggang rendah. Tren ini disebut-sebut sebagai kebangkitan gaya Y2K. Desainnya menawarkan kesan santai namun tetap stylish. Gaun ini biasanya dipadukan dengan bahan ringan dan flowing. Gaya ini memberikan ruang gerak yang nyaman saat digunakan. Fashion editor menyebutnya sebagai tren dengan sentuhan edgy dan feminin. Popularitas gaya ini menunjukkan siklus fashion yang terus berulang.
“Simak juga: Beton Hijau Tahan Sulfat, Inovasi Terbaru dari SIG dan BRIN untuk Struktur Pesisir”
Gingham dan pinggang rendah menawarkan pendekatan fashion yang sangat berbeda. Gingham hadir dengan nuansa klasik dan polos. Pinggang rendah tampil modern dan sedikit eksperimental. Gingham cocok untuk acara siang hari dan aktivitas santai. Pinggang rendah lebih sering muncul di acara malam atau street style. Satu sisi menampilkan kesederhanaan, sisi lain menunjukkan keberanian. Gingham mudah dipadukan dengan jaket denim atau sepatu espadrille. Pinggang rendah biasanya dipasangkan dengan boots atau heels. Keduanya menawarkan nilai estetika yang unik dan menarik. Pilihan gaya ditentukan oleh kepribadian dan tujuan fashion masing-masing.
Media sosial menjadi wadah utama perdebatan tren ini. Pengguna TikTok membagi pendapat mereka tentang dua gaya tersebut. Banyak yang membuat konten perbandingan antara gaya gingham dan pinggang rendah. Beberapa video bahkan menampilkan transformasi dari satu gaya ke gaya lainnya. Hashtag seperti #TeamGingham dan #TeamLowWaist menjadi viral. Di Instagram, gaya pinggang rendah lebih sering muncul di postingan OOTD. Sementara itu, gingham mendominasi konten outfit picnic dan summer brunch. Editor fashion memberikan pandangan beragam tentang tren ini. Beberapa mendukung satu tren, yang lain menyarankan eksplorasi keduanya. Diskusi ini membuktikan bahwa tren bukan soal benar atau salah, melainkan preferensi pribadi.